Featured Post 1

Featured Post 3

Minggu, 13 November 2011

Diposting oleh Aditya R.F


Seorang gadis memojokkan seorang laki-laki di pojok toilet. Aku melihat lambang yang tersulam di sweeter laki-laki itu. Sebuah berlian. Lambang Daiyamondo. Dia vampir. Yang membuatku ngeri adalah gadis itu menusuk tubuh si vampir dengan tangan kanannya. Aku simpulkan bahwa gadis itu juga vampir. Tubuh si laki-laki meleleh dan hanya menyisakan kerangka yang meledak jadi debu.
“Ajrina lari! Cewek ini bukan manusia!” kesalahan fatal. Gadis itu melihatku dan menggeram. Tubuhnya merunduk dan berubah menjadi defensif berusaha menghalangiku dari Ajrina.
“Aliansi Dewan, HAH! LO PIKIR GUE TAKUT!” gertaknya. Dia melesat menyerang, tapi aku dengan sigap menghentikan serangannya dan membantingnya ke lantai. Dia berkelit dan melancarkan serangan lagi. Aku menghindar dan melemparnya ke dinding. Mengunci tangannya ke belakang dan menahan lehernya dengan lenganku. “AKH!” teriaknya.
“Siapa lo?” tanyaku.
“Kenapa? GUE AN’YA DAN GUE BANGGA KARENA ITU!” teriaknya. Aku mengendurkan kuncianku.
“A...An’ya?”
“Ya dan gue gak takut pada Aliansi Dewan sialan!” teriaknya sambil berputar dan menendang dadaku.
“Ugh!” aku terdorong ke belakang dan menabrak dinding.
“Rasain tuh!” teriaknya. Dia kembali menyerang, tapi aku sudah siap. Aku berguling tepat saat tangannya menghujam ke tanah dan mencengkram tangannya.
“Sabar dong jangan nyerang dulu,” pintaku. Dia sama sekali tak mendengar permintaanku. Dia meronta berusaha melepaskan dirinya.
“Silakan bawa gue ke Dewan, An’ya akan selalu berjuang!”
“Elo harus ikut gua, tapi bukan ke Dewan. Gue juga An’ya,” seruku.
“Buktikan. Darimana keturunanmu?”
“Lusaros. Ibuku Lyna II.”
“Fauziah. Ayahku mortal, sedangkan ibuku vampir An’ya bernama Eleanor,” balasnya. Aku merasakan sensasi dihentak dibagian perutku. Dan aku mengenalinya karena Nina sering melakukan hal yang sama padaku ketika aku SD. Sebagai half-vampir, dia mempunyai Phase yang cukup kuat, tapi aku segera mematahkannya. Dia terlihat sangat syok.
“Ayo, ayah harus tahu tentang ini.”
“Tapi mortal ini?” Fauziah benar. Ajrina sudah melihat terlalu banyak. Tepat saat itu Nina datang. Dia memasang tampang galaknya. Sebelum dia memintaku menjelaskan kekacauan itu, aku segera berbisik dan menunjuk Ajrina. Dia mendengus. Tatapannya masih galak padaku.
“Berdoa aja ini berhasil,” gumamnya. Dia berkonsentrasi dan sedetik kemudian Ajrina limbung. Aku dan Fauziah segera menangkapnya.
“Eh gue kenapa? Terus ngapain lo dikamar mandi cewek? Ngintip ya?” Ajrina memberondongku dengan pertanyaan.
“Enak aja, lo hampir pingsan pas gue lewat. Jadi gue tolongin. Tuh tanya aja ama dia kalo gak percaya!” bantahku dan menunjuk Fauziah. Dia mengangguk.
“Terus ini siapa?” tanya Ajrina sambil menunjuk Nina.
“Kakak gue. Ada masalah?”
“Gak mirip. Kakaknya cakep,” gumam Ajrina. Nina dan Fauziah tertawa mendengarnya.
“Muka mirip Nick Jonas gini juga,” seruku. Ajrina memeragakan gerakan muntah.
“Iya. Nick Jonas kejepit lift,” timpal kakakku. Aku, Fauziah dan Nina langsung meninggalkan Ajrina dan pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku segera memberitahu ayah mengenai Fauziah.
“Kamu benar puteri Eleanor?” Fauziah mengangguk. “Apa ada An’ya yang tersisa selainmu disini?”
“Saya tak tahu. Saya saja kaget bahwa keturunan Lyna masih ada,” jawab Fauziah kalem.
“Sayang, ini mungkin....”
“Ya. Kebangkitan An’ya,” ujar ayahku.
“Berarti ada kesempatan buat merebut kembali takhta kita?” tanyaku.
“Entahlah. Ayah tak tahu.” Aku dan Nina segera berpatroli seandainya Dewan masih berniat mengirimkan mata-mata. Ayah, ibu dan Fauziah masih berbicara serius mengenai kemungkinan adanya An’ya yang tersisa.

          “Eh iya kapan lo LDKS?” tanya Nina saat kami berkelebat melewati sekolahku.
“Gak tau. Emang kenapa?”
“Mudah-mudahan bukan tanggal pertengahan,” jawab Nina. Aku mengernyit.
“Kenapa memangnya?”
“Setiap tanggal pertengahan adalah bulan purnama. Para ksatria suku Bulan akan bertransformasi.”
“Werewolf maksud lo?” Nina mengangguk. “Tapi gak mungkin. Para ksatria suku Bulan sudah punah sejak Lyna masih di Dewan. Dewan menyerang perkampungan mereka ratusan tahun silam,” seruku.
“Tapi gak menutup kemungkinan bahwa mereka masih tersisa. Lihat saja klan kita. Selain kita, masih ada An’ya yang tersisa seperti Fauziah.”
“Iya juga sih, apa mungkin mereka lari dan bersembunyi di Indonesia?” tanyaku. Nina hanya mengangkat bahunya.
“Mungkin saja.” Tanpa kami sadari, seseorang memperhatikan kami dari balik pohon.
***
Fauziah, ayah, dan ibu berencana akan mengekspedisi sisa-sisa perkampungan klan kami. Aku masih memikirkan perkataan Nina tadi malam tentang para ksatria suku Bulan. Dan hari ini Ketos baru saja memberitahu bahwa LDKS diadakan tanggal 15-17 oktober. “Apa werewolf masih ada ya?” gumamku. Sebagai vampir tentu kami punya persaingan dengan para werewolf. Tapi tahun 1756, Dewan menyerang perkampungan werewolf di Romania dan menghabisi semua ksatria suku Bulan. Jadi mana mungkin masih tersisa.
Besoknya kami memulai acara LDKS di halaman sekolah. Acara terus berlanjut hingga pukul tujuh malam. Bulan purnama bersinar terang. Firdaus belum kembali dari toilet. Mungkin kebanyakan makan tadi. Aku sama sekali tak tenang. Dengan sebanyak ini mortal ini bakal jadi hal yang gawat. Acara api unggun kami terhenti ketika kami mendengar lolongan serigala diikuti lengking parau dari arah toilet laki-laki. “Daus!” aku segera berlari ke arah toilet. Nina sedang menyusul ayah ke Jogja.
Pemandangan mengerikan. Tubuh Firdaus melengkung ke posisi aneh. Napasnya tersengal-sengal. Kesakitan yang sangat parah pasti menjalar ditubuhnya. Instingku berkata jangan mendekat. Mata Firdaus berubah menjadi kuning terang. Tatapan bengis menatapku. Dan aku tahu siapa sebenarnya sahabatku.
Ksatria suku Bulan yang ada dalam legenda kini muncul dihadapanku. Bulu coklat keemasan menghiasi tubuh Firdaus. Dia mengendus udara. Aku bersikap defensif. Tak ada tempat buat lari. Aku harus buktikan garis keturunanku. Tapi sebagian kecil otakku mengingatkan serigala ini sahabatku.
“Grr!” geramnya dan melesat menyerang. Aku menghindar dan memegang ekornya. Firdaus berusaha menggigitku, tapi aku segera membantingnya.
“Tu..tunggu ini gue!” teriakku. Dia kembali menyerang. Aku menendangnya dan membuatnya jatuh tersungkur. Dia berdiri susah payah. Tanganku tak bisa menyerangnya. Aku tak mau melukai sahabatku sendiri.
“Grr...An’ya....Pengkhianat...” kata Firdaus disela-sela geramannya. Dia menyerang lagi. Aku hanya bisa menghindar. Tepat saat itu awan menutupi purnama. Firdaus kembali jadi manusia. “Kutukan....kutukan leluhur..... gue benci Purnama....” dia melihatku. “Gue harap kita tetap jadi sahabat meski kita bertentangan,” ucapnya. Aku mengangguk.
“Sudah saatnya Yang Terbuang bersatu,” seruku sambil mendekat, tapi Firdaus menahanku.
“Jangan gila. Ini hanya sementara. Pergi, gue gak mau lo terluka.” Aku mengerti dan berbalik pergi. Purnama kembali terlihat. Firdaus kembali melolong kesakitan.
“Maaf sobat. Ini takdir kita sebagai Immortal. Rasa sakit,” desahku.

2 komentar:

Aulia Herdhyanti mengatakan...

Ayo mas, semangat! Lanjott!!! :D

Manga Paint mengatakan...

Didiittt xD
Haha, template blog-nya lumayan. :DD
*abaikan ini*

-karin-

Posting Komentar